JAKARTA - Reformasi birokrasi dalam satu dasawarsa terakhir menjadi momok bagi semua departemen, tidak terkecuali Departemen Pertahanan (Dephan) dan Keamanan.Masuknya era reformasi menjadi tonggak baru di negara ini, karena reformasi dalam birokrasi menjadi tuntutan yang harus dipenuhi.
Khusus Dephan salah satu yang direformasi adalah terkait anggaran pengadaan alat utama sistem senjata (Alutsista).
"Selama ini masyarakat mengetahui bahwa Dephan memiliki anggaran cukup besar untuk alutsista. Saking seramnya departemen ini tidak banyak pihak yang mau mengutak-atik masalah penggunaan anggaran itu," kata Sekjen Dephan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin saat berbicara pada acara Innovative Leader Forum V bertajuk Inovator dalam Reformasi Birokrasi, di Jakarta, Kamis (23/4) malam.
Terkait reformasi di departemen itu, Sjafrie mengakui memiliki pengalaman pahit dalam hal pengadaan persenjataan yang tidak terukur.
Demikian parahnya diutarakannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah menganugerahi gelar kepada institusinya sebagai Departemen "Bobo" atau "Boros dan Bocor".
"Akan tetapi sejujurnya julukan ini menyebabkan tekanan psikologis bagi kami," ujarnya.
Ia pun melanjutkan, pengalaman pahit dalam pengadaan Alusista tersebut disebabkan pembelian alat-alat senjata dilakukan sebagian besar melalui perantara (broker).
Ia menduga hal itu disebabkan keuntungan yang diperoleh dari proyek-proyek pengadaan Alutsista tersebut sangat besar.
"Hingga kini ada Alusista yang masih terbungkus dan belum terpakai karena pesanan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan," tegasnya.
Lemahnya birokrasi secara langsung menyebabkab ekonomi biaya tinggi terjadi di lembaga tersebut.
Bahkan lembaganya pernah membeli Alusista yang sebenarnya tidak ada dalam program kerja.
Seiring dengan tuntutan reformasi birokrasi, lanjut Sjafri, Dephan terus melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya kembali praktik "markup" pengadaan Alusista.
Upaya reformasi birokrasi dilakukan dengan membuat tiga lapisan dalam pembuatan kebijakan pengadaan Alusista.
Pertama, Dephan sebagai pelaksana, kedua TNI dan Polri sebagai pengguna, dan ke tiga pabrikan sebagai pemasok.
Selain itu, Dephan juga melakukan Link Center Management dimana setiap keputusan harus memperoleh persetujuan dari pihak lain dan tidak bisa diputuskan sendiri (single handled management).
Sumber : ANTARA
Jumat, 24 April 2009
Dephan Dijuluki Departemen "Bobo"
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Jakarta, Indonews -- Pengamat politik LIPI Dr Hermawan Sulistio, di Jakarta, Sabtu, mempertanyakan kemampuan negara membiayai kegiatan wajib...
-
Jakarta - Pemerintah Indonesia segera memperbaharui mesin, suku cadang, dan komponen kritis pesawat angkut berat C-130 Hercules TNI Angkatan...
-
Jakarta - Permintaan Presiden SBY agar pengamanan Indonesia diperketat supaya aksi terorisme seperti di Mumbai, India tidak terjadi di Indon...
-
JAKARTA - Eurocopter, perusahaan yang bergerak di bidang ruang angkasa, pertahanan, dan jasa terkait membuka anak usahanya di Indonesia, Rab...
-
Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon dari Skadron Udara 3 saat melaksanakan pemboman kearah target yang ada di lepas Pantai Pacitan. (Foto : ...
-
JAKARTA - Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar mengatakan sistem “kanibal” dalam penggantian onderdil pesawat harus dievaluasi. ...
-
Ambalat, 30 April (TANDEF) - Pagi ini pada pukul 10.00 s/d 11:30 WITA, KRI Untung Suropati melakukan pengusiran terhadap KD Jerong milik AL ...
-
Ada jagoan terbaru saat mengunjungi stand BUMN Industri Strategis dalam pameran Indo Defence & Aerospace 2008 di Bandara Halim Perdanaku...
-
LEMBANG - Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Subandrio menyatakan enam pesawat tempur Sukhoi dari Rusia akan tiba di Indonesia a...
-
JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso mengatakan, pihaknya akan segera mengoperasikan Pos TNI Angkatan Laut (Posal) di Pulau Nipah, ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar