Rabu, 26 Agustus 2009

Penanganan Teroris dan Payung Hukum TNI




PEMBERANTASAN terorisme di Tanah Air terkesan tidak konsisten dan dilakukan secara sporadis. Penjagaan dan pemeriksaan yang ketat hanya berlangsung beberapa lama setelah ledakan bom yang menewaskan sejumlah orang. Setelah itu, berangsur-angsur mengendur dan teroris pun kembali melancarkan serangan.Ritme seperti itu menyebabkan kita dikejutkan dengan ledakan bom silih berganti. Ada ledakan bom Bali I disusul bom Bali II. Ada bom Hotel JW Marriott I diikuti bom Hotel JW Marriott II danHotel Ritz-Carlton.

Perang melawan terorisme harus dila
kukan secara konsisten dan simultan dengan melibatkan semua komponen masyarakat termasuk TNI. Keterlibatan TNI dalam perang melawan terorisme, bukan karena polisi lemah dan tidak mampu, melainkan karena terorisme telah mengancam seluruh sendi bangsa dan negara.

Kita tahu ti
dak mudah melawan terorisme. Karena itu, tidak sepatutnya tugas itu hanya dibebankan kepada polisi.

TNI memiliki sistem kerja dan intelijen yang cukup andal untuk mendeteksi secara dini berbagai aktivitas terorisme. TNI juga memiliki kompetensi dan koordinasi yang baik dalam memerangi terorisme yang memiliki jaringan luas.
Berbagai potensi dan kemampuan TNI tidak boleh dibiarkan menganggur hanya karena adanya egoisme sektoral, sedangkan di sisi lain negara dan masyarakat babak belur dihajar terorisme. TNI tidak boleh tidak harus diterjunkan untuk ikut memberantas kejahatan terorisme.

UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI pada Pasal 7 ayat (2) butir b (3) jelas-jelas menyebutkan tugas TNI selain perang adalah mengatasi terorisme.

Namun, payung hukum itu tidak serta-merta membawa TNI memasuki ranah ketertiban sosial yang menjadi wilayah polisi. UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian pada Pasal 41 ayat (1) menyebutkan dalam rangka melaksanakan tugas keamanan, polisi dapat meminta bantuan TNI. Namun, mekanismenya diatur dalam peraturan pemerintah.

Peraturan pemerintah itulah yang diperlukan untuk mengatur lebih jelas segala gerak TNI dalam kebersamaan dengan polisi memberantas terorisme. Lokomotif pemberantasan terorisme tetap di tangan polisi, tetapi pengalaman, kemampuan dan sarana yang dimiliki TNI jangan dibiarkan menjadi barang rongsokan.

TNI jangan dibiarkan menjadi penonton tanpa bisa berbuat apa-apa menyaksikan negara dicabik-cabik teroris.

Payung hukum koordinasi Polri dan TNI dalam memberantas terorisme perlu untuk menghindari terjadinya pengadilan perwira militer di kemudian hari.

Kita prihatin menyaksikan perwira TNI atau purnawirawan diadili karena melakukan suatu tindakan yang dinilai tepat sesuai situasi saat itu, tetapi oleh perubahan zaman dapat dinilai sebagai pelanggaran HAM di kemudian hari.

Payung hukum bagi TNI perlu agar mereka tidak gamang dalam bertindak dan selalu dihantui pelanggaran hak asasi manusia. Negara harus berinisiatif mengoordinasikan semua kekuatan untuk membebaskan negara dari hantu terorisme.
Pemerintah wajib meminimalkan ego-ego sektoral, tapi menghimpunnya menjadi satu kekuatan untuk melawan terorisme. Meski Polri dan TNI diatur dengan undang-undang masing-masing, tidak berarti melenyapkan spirit kebersamaan di antara kedua komponen itu.

Solidaritas dan soliditas di antara TNI dan Polri memberi jaminan kukuhnya suatu negara.

Memang ada kecemasan jika TNI terlibat kembali dalam bidang-bidang sipil seperti di masa lalu. Kecemasan itu beralasan. Karena itu, perlu landasan hukum yang kuat dan jelas untuk mencegah munculnya kecemasan tersebut.(Sumber : Media Indonesia)

Wewenang TNI Tangani Terorisme Agar Dibatasi
KEMAMPUAN yang dimiliki Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan banyak membantu memberantasan teroris. Namun, Komisi I (Bidang Pertahanan) DPR meminta kewenangan yang diberikan tetap harus terbatas.
“Jangan sekali-kali TNI diperbolehkan menangkap teroris,” kata Ketua Komisi I Theo L. Sambuaga usai rapat Panitia Kerja Rancangan Undang-undang Rahasia Negara di Jakarta, Senin (24/8).

Dia mengatakan, segenting apa pun TNI cukup memberikan informasi intelijen pada kepolisian jika mengetahui pergerakan teroris. “Biar polisi yang menindaklanjuti.”

Dengan demikian, kata Theo, tugas penegakan hukum milik kepolisian tidak campur aduk dengan peran pertahanan yang disandang militer.

Menurut dia, perbantuan TNI pada penaggulangan teroris membutuhkan aturan pelibatan berdasarkan Undang-Undang TNI dan Undag-Undang Polri. Adanya aturan rinci akan menjadi koridor pihak-pihak terkait dalam menjalankan tugasnya masing-masing.

Saat ini, Theo melihat ada kegamangan militer menggunakan potensi yang dimiliki untuk menindak terorisme. Begitu pula kepolsian terkesan ragu-ragu meminta perbantuan kepada TNI.
“Aturan pelibatan akan memperjelas pergerakan di lapangan,” kata politisi Partai Golkar itu. Bentuknya bisa instruksi presiden, peraturan presiden, atau malah peraturan pemerintah. “Yang penting ada hitam di atas putih.”

Anggota Komisi I DPR Andreas Pareira mengingatkan pelibatan personel TNI harus sesuai prosedur operasi militer selain perang.

Menurut dia, terorisme tetap dianggap gangguan keamanan dalam negeri berbentuk kriminal berskala dahsyat. Jadi harus ditanggulangi dengan penegakan hukum. “Bukan dengan cara-cara militer,” kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

Kepala Desk Antiteror Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Inspektur Jenderal (Purn) Ansyaad Mbai mengatakan, kerja sama antiteror dengan beberapa negara akan diperluas. Tidak lagi terbatas dengan negara-negara ASEAN.
“Sudah ada kerja sama dengan sejumlah negara Tmur Tengah seperti Arab Saudi, Pakistan, Kuwait, Afganistan, dan Turki,” kata dia.

Kerja sama antiteror antara Indonesia dengan sejumlah negara tersebut memfokuskan penanganan teror secara persuasif atau softpower. Misalnya memberikan pengetahuan serta pemahaman yang benar tentang Islam. “Ujung-ujungnya menciptakan deradikalisme yang biasa menjadi pemicu terorisme.”

Meski demikian, katanya, kerja sama yang bersifat represif dengan mengerahkan kekuatan polisi tidak diabaikan.(Sumber : Jurnas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Antara (13) Anti Teror (20) Asia (27) Berita (48) Eropa (5) Feature (10) Indonesia (55) Industri Pertahanan (47) Intelijen (9) Kerja Sama (91) Konflik (42) Latihan Perang (48) Luar Negeri (43) Militer (101) Pameran Teknologi (30) PBB (44) Perang (4) Pertahanan (155) Polisi (5) Politik (62) Serah Terima Jabatan (1) Teknologi (91) Timur Tengah (6) TNI (105) TNI-AD (46) TNI-AL (140) TNI-AU (83) tnial (3) Today's Pic (7) US Army (2) War (2)
Diberdayakan oleh Blogger.
Defender Magazine