Agar padu di lapangan, butuh payung hukum setingkat UU yang mengatur keterlibatan TNI.
PEMBAGIAN peran militer dan polisi dalam penanganan terorisme harus diperjelas. Di pergaulan internasional, keterlibatan angkatan bersenjata memerangi terorisme mulai menjadi isu hangat.
Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan (Dephan) Letjen Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, pembicaraan kongres pejabat pertahanan Uni Eropa di Jerman yang dihadirinya awal pekan ini mengkristal bagaimana pertahanan negara dikaitkan dengan perang melawan terorisme.
"Sehingga dibutuhkan klarifikasi hukum bagi angkatan bersenjata untuk ikut perang tersebut," kata Sjafrie di kantor Dephan di Jakarta, Jumat (14/11). Uni Eropa melihat keterlibatan militer dalam terorisme harus diatur dengan baik dan berdasarkan aturan hukum yang jelas. Alasannya, keterlibatan itu berpengaruh pada anggaran yang harus dikucurkan kepada departemen pertahanan, khususnya militer.
Dia menjelaskan, sebenarnya Indonesia sudah lebih proaktif soal ini. Berbeda dengan Eropa, aturan pelibatan TNI-Polri sudah diatur dalam UUD 1945, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, dan masuk dalam rancangan UU Terorisme yang kini sedang dibahas.
Hanya implementasinya saja yang masih selalu harus dengan kebijakan politik. "Sayangnya sinkronisasi di lapangan masih kurang," katanya. Untuk memantapkan implementasi yang secara pararel melibatkan TNI dan Polri, kata Sjafrie, dibutuhkan payung hukum setingkat UU yang mengatur keterlibatan TNI.
UU tersebut akan mengatur hal-hal yang subtansial, seperti kapan TNI bisa terlibat, bagaimana bentuk keterlibatannya, dan sejauh mana. "Tapi kami sadar keadaan negara saat ini membuat rancangan belum menjadi prioritas pemerintah," kata mantan Pangdam Jaya itu.
Tak hanya Eropa, Konferensi Angkatan Bersenjata Asia Pasifik di Bali yang ditutup Kamis (13/11) malam, juga sepakat bersama-sama ambil bagian memerangi aksi terorisme. Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso menyatakan, peserta konferensi sepakat menerapkan pola tindakan dan langkah-langkah yang sama dalam upaya penanggulangan dan penanganan aksi terorisme.
"Selama ini masih sering tidak sama antara satu negara dengan lainnya," katanya. Panglima Komando Armada Ketujuh Amerika Serikat di Asia Pasifik Laksamana Timothy J Keating menambahkan, aksi terorisme kini sudah menjadi ancaman global yang memerlukan upaya pemecahan secara bersama-sama.
"Antarnegara harus saling bahu-membahu mengatasinya," kata dia. (sumber)
Minggu, 16 November 2008
Peran TNI Tangani Terorisme Minta Diperjelas
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
JAKARTA - Dua unit pesawat jet tempur Sukhoi baru TNI Angkatan Udara (AU) yang tiba di Indonesia pada 26 Desember 2008, kini mulai menjalani...
-
Skuadron Udara 11 Pangkalan Udara Sultan Hasanuddin kedatangan keluarga baru. Tak lain yakni 2 pesawat jet Shukoi dengan tipe SU 30 MK2 asal...
-
Jakarta - Mabes TNI Angkatan Darat (AD) menyatakan, akan memperkuat pos-pos pengamanan TNI di Papua, terutama di titik-titik rawan seperti d...
-
Pilot Russia, Pavel Tarakanov dan Alexander Demchenko usai menjalani test flight di wilayah udara sekitar Kota Maros dan Makassar Selasa (6/...
-
JAKARTA - Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso melepas keberangkatan KRI Diponegoro-365 sebagai Satgas Maritim TNI Kontigen Garuda (Konga...
-
JAKARTA - Salah satu armada laut yang dimiliki TNI AL, KRI Diponegoro-365, dipastikan akan bertolak ke Lebanon pada 13 Februari 2009 untuk b...
-
JAKARTA - Departemen Pertahanan (Dephan) dan Mabes TNI mengurangi jumlah personel yang direkrut. Kebijakan itu tertuang dalam tiga langkah D...
-
Pemberdayaan Wilayah Pertahanan melalui Pembinaan Teritorial (Binter) yang sempat mendapat sorotan tajam dari masyarakat, Kamis tanggal 26 P...
-
SALORE - Wakil Komandan Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Timor Timur (STPPIT) Markas Besar TNI, Mayor Infantri Anak Agung Krisna...
-
JAKARTA - Departemen Pertahanan tetap berencana membeli pesawat Hercules dari Amerika Serikat. “Kami masih perhitungkan dan sedang jajaki pe...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar