SATUAN khusus di TNI masih terus memberikan kontribusinya kepada kepolisian dalam pemberantasan terorisme. Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan, satuan khusus seperti Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang memiliki Satuan Panggulangan Teror, misalnya, memberikan informasi yang mereka temukan di lapangan kepada kepolisian yang membantu tugas penanganan aksi terorisme.
Sehingga kemampuan khusus mereka tetap bisa didayagunakan. "Kopassus tetap memberikan bantuannya jika sewaktu-waktu diperlukan. Tetapi yang kita kedepankan adalah penegakan hukum, dalam hal ini peran kepolisian," kata Juwono usai menghadiri seminar di Jakarta, kemarin (17/11).
Peran polisi di depan, menurut Juwono, sejalan dengan alam demokrasi yang kini berkembang di Tanah Air. Bagi pemerintah, keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme bersama kepolisian didasari landasan hukum yang jelas.
"Saya masih berpegang pada UU TNI (No 34 Tahun 2004) dan UU Kepolisian Negara (No 2 Tahun 2002)," katanya. Tetapi di dalam beleid itu disebutkan untuk merumuskan keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme bersama kepolisian (bawah kendali operasi, BKO) dibutuhkan Peraturan Pemerintah (PP).
"Tapi selama ini kita gunakan dengan aturan yang sifatnya ad hoc di lapangan," katanya. Penjelasan ini berbeda dengan keterangan yang disampaikan Sekretaris Jenderal Dephan Letjen Sjafrie Sjamsoeddin beberapa waktu silam.
"Dibutuhkan klarifikasi hukum bagi angkatan bersenjata untuk ikut perang tersebut," kata Sjafrie pekan lalu (Jurnal Nasional, Jumat, 14/11). Alasannya, keterlibatan itu berpengaruh pada anggaran yang harus dikucurkan kepada departemen pertahanan, khususnya militer.
Menurut Sjafrie, sebenarnya Indonesia sudah lebih proaktif soal ini. Berbeda dengan Eropa, aturan pelibatan TNI-Polri sudah diatur dalam UUD 1945, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, dan masuk dalam rancangan UU Terorisme yang kini sedang dibahas.
Hanya implementasinya saja yang masih selalu harus dengan kebijakan politik. "Sayangnya sinkronisasi di lapangan masih kurang," katanya. Untuk memantapkan implementasi yang secara pararel melibatkan TNI dan Polri, kata Sjafrie, dibutuhkan payung hukum setingkat UU yang mengatur keterlibatan TNI.
UU tersebut akan mengatur hal-hal yang substansial, seperti kapan TNI bisa terlibat, bagaimana bentuk keterlibatannya, dan sejauh mana. "Tapi kami sadar keadaan negara saat ini membuat rancangan belum menjadi prioritas pemerintah," kata mantan Pangdam Jaya itu.(sumber)
Selasa, 18 November 2008
Keterlibatan TNI Tangani Terorisme dengan Aturan Ad Hoc
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Program pengadaan pesawat MRCA (Multi-Role Combat Aircraft) RMAF Malaysia tengah memasuki tahap tender akhir, salah satu kandidat pesaw...
-
JAKARTA - Thailand akhirnya ikut bergabung dengan Indonesia, Malaysia dan Singapura dalam pengamanan Selat Malaka, setelah sempat tertunda b...
-
Untuk mengantisipasi situasi yang semakin memanas di Lebanon, Kontingen Garuda XXVI-A yang tergabung dalam misi UNIFIL telah menyiapkan Quic...
-
JAKARTA - Departemen Pertahanan menyatakan, pengadaan dua kapal selam baru bagi TNI Angkatan Laut akan ditunda sampai 2011, karena keterbata...
-
JAKARTA - Tanpa krisis global pun, Indonesia sudah terengah-engah mendapatkan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Dengan krisis gl...
-
Pekanbaru - TNI Angkatan Udara (AU) dan Angkatan Udara Thailand (Royal Thai Air Force/RTAF) menggelar latihan bersama yang dijadwalkan hari ...
-
Selamat datang, pahlawan muda Lama nian kami rindukan kamu Bertahun-tahun bercerai mata Kini kita dapat berjumpa pula Itulah satu bait lagu ...
-
DEPARTEMEN Pertahanan (Dephan) mengkaji kembali perlunya pengadaan kapal selam bagi TNI AL. Alasannya, pengadaan kapal selam menghadapi seju...
-
LEBANON - Prajurit Kontingen Garuda meraih seluruh gelar petembak perorangan terbaik I, II dan III dalam turnamen menembak pistol POL Contin...
-
JAKARTA - Korps Marinir TNI Angkatan Laut dan Korps Marinir Amerika Serikat (US Marine Corps/USMC) sepakat untuk meningkatkan kerja sama, te...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar