Jumat, 21 November 2008

Krisis Global, Momentum Kembali ke Industri Persenjataan Domestik

JAKARTA - Tanpa krisis global pun, Indonesia sudah terengah-engah mendapatkan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Dengan krisis global yang membuat rupiah terpuruk, Indonesia bakal makin kesulitan seiring dangan harga alutsista yang makin mahal. Inilah momentum untuk kembali membangun industri persenjataan domestik.

Keinginan agar industri pertahanan domestik menguat disampaikan Wapres Jusuf Kalla saat pembukaan Indo Defence & Indo Aerospace Expo 2008 di Bandara Halim Perdanakusum, Rabu (19/11).

“Kita semua menyadari bahwa hari-hari ini adalah hari yang kurang menyenangkan menyusul ekonomi dunia sekarang ini, namun dalam setiap momen dalam situasi yang tidak menguntungkan ini, kita selalu siap siaga dalam menjalankan peran apapun,” kata Wapres.

Menurut Wapres dalam situasi apapun, masalah alutsista dan pertahanan adalah hal yang penting. Karena itu keberadaan alutsista dan sistem pertahanan yang handar harus selalu prima

Namun dalam upaya membangun industri persenjataan domestik, tetap perlu menjalin kerjasama dengan pihak asing terutama dari sisi teknologi. Untuk itu keberadaan produsen persenjataan asing dalam pameran Indodefence dan Indo Aerospace tetap diperlukan.

“Tidak ada yang mampu melakukan sendiri, karena itu kita selalu menyiapkan kerjasama. Semua negara selalu membutuhkan kerjasama. Pameran ini juga sangat penting untuk mengetahu perkembangan dan bagaimana memahami dan mengetahui kemajuan masing-masing,” tutur Kalla.

Wapres berharap pemeran persenjataan yang digelar 19-22 November dan diikuti 400 perusahaan persenjataan dari 37 negara tersebut mampu bermanfaat terutama bagi industri persenjataan domestik. “Tidak hanya hari ini tapi juga hari depan, dalam rangka menciptakan keamanan,” ujar Kalla.

Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono juga sangat berharap Indodefence dan Indo Aerospace 2008 mampu memacu perkembangan industri strategis nasional. "Selain memberikan manfaat bagi pengadaan alat utama sistem senjata TNI dari dalam negeri, juga menggairahkan sektor riil seperti perangkat elektronik dan perlengkapan lainnya," kata Juwono.

Juwono memperkirakan pengadaan alat utama sistem senjata TNI dari dalam negeri bisa menghemat biaya US$ 300-400 juta dibandingkan harus impor dari luar.

Humas PT Pindad Timbul Sitompul menegaskan kesiapan industri strategis domestik untuk menyuplai perlengkapan TNI. Menurut Timbul persoalan yang ada saat ini adalah sejauh mana keseriusan pemerintah memberikan kesempatan bagi industri strategis domestik untuk berkembang. “Kalau tidak diberi kesempatan, kita akan sulit berkembang,” kata Timbul

Timbul mengungkapkan baru dalam dua tahun terakhir mulai muncul kegairahan bagi industri strategis termasuk PT Pindad setelah TNI melalui departemen pertahanan meminta Pindad memproduksi 150 panser senilai Rp1,4 triliun.

Timbul mengklaim negara menghemat 50-60 persen anggaran dengan memesan 150 panser Pindad. “Harga kita memang lebih murah 50-60 persen dari panses luar dengan kualitas yang setara,” tegas Timbul.

Timbul mengharapkan pemerintah lebih mengutamakan persenjataan produksi dalam negeri. Selain untuk kemandirian bangsa, juga jauh lebih hemat, apalagi di saat krisis seperti saat ini.

Sementara itu anggota Komisi I DPR Yusron Ihza Mahendra mengaku geregetan dengan langkah pemerintah belum serius untuk mendukung industri strategis domestik. Dia mengacu langkah Dephan yang memesan 10 kapal korvet dari Belanda.

“Seharusnya dibagi dua, lima pesan ke Belanda dan lima lagi ke PT PAL. Kalau seperti ini bagaimana PT PAL bisa maju,” kata Yusron.

Demikian juga overhoul kapal selam yang masih saja dilakukan di Korea Selatan. “Padahal Komisi I sudah minta dilakukan di PT PAL, kenapa nggak dilaksanakan,” keluh adik kandung Yusril ini.

Jika didorong untuk maju, Yusron yakin industri strategis domestik mampu menghasilkan devisa dan menjadi profit center, bukan cost center seperti saat ini.

“Kalau perusahaan persenjataan Polandia, Brasil, dan Argentina mampu menjual senjata, kenapa kita tidak bisa,” cetusnya.

Yusron menegaskan persenjataan Indonesia jika dikembangkan dengan baik akan mampu menarik minat negara-negara lain. Dia mencontohkan kapal pengintai buatan PT DI yang menarik Prancis dan Malaysia. Sekitar 400 perusahaan pertahanan dari 37 negara akan mengikuti Pameran Pertahanan Indonesia pada 19- 22 November itu.

Ke-400 peserta yang mengikuti Indo Defence Expo and Forum 2008 antara lain Sukhoi, Brahmos, Bumar, Ultra TCS, Kazan Helicopters, Wahgo International Corporation, SAS International, Lundin, Aviator, Rosoboronexport, Bel, Amadani, Helizona, Trijicon, Kawan Lama, Victorinox, dan North Sea Boats.

Dari dalam negeri, BUMN Industri Strategis yang akan ikut dalam pameran tersebut antara lain, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad, PT LEN, PT Krakatau Steel, PT INKA, PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari, PT Barata Indonesia, dan PT Dahana. (sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Antara (13) Anti Teror (20) Asia (27) Berita (48) Eropa (5) Feature (10) Indonesia (55) Industri Pertahanan (47) Intelijen (9) Kerja Sama (91) Konflik (42) Latihan Perang (48) Luar Negeri (43) Militer (101) Pameran Teknologi (30) PBB (44) Perang (4) Pertahanan (155) Polisi (5) Politik (62) Serah Terima Jabatan (1) Teknologi (91) Timur Tengah (6) TNI (105) TNI-AD (46) TNI-AL (140) TNI-AU (83) tnial (3) Today's Pic (7) US Army (2) War (2)
Diberdayakan oleh Blogger.
Defender Magazine