Selasa, 23 Juni 2009

Demi Ambalat TNI AL Tak Pernah Takut Perang TNI AL hanya menunggu dan menjalankan perintah, kalau ada perintah bertempur ya siap.




TNI AL hanya menunggu dan menjalankan perintah, kalau ada perintah bertempur ya siap.

- Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) tidak pernah takut dan siap bertempur untuk mempertahankan wilayah Ambalat dari intervensi Malaysia.

TNI AL saat ini meningkatkan patroli pengamanan, terhadap Ambalat yang merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"TNI AL tidak pernah takut, dan siap bertempur untuk mempertahankan Ambalat," kata Wakil Kepala Staf TNI AL (Wakasal) Laksamana Madya, Moekhlas Sidik seperti yang dikutip dari rilis Departemen Pertahanan.

Moekhlas menjelaskan, lima kapal perang melakukan patroli pengamanan di wilayah Ambalat untuk mencegah masuknya kapal Malaysia ke wilayah Ambalat.

Malaysia Klaim Pulau Milik Singapura
Malaysia juga mengklaim Pulau Batu Putih.

Dalam persoalan Ambalat pemerintah Indonesia memilih cara diplomasi daripada menggunakan kekuatan militer. "Kami menyatakan tetap mendukung langkah yang diambil pemerintah Indonesia," kata dia. "TNI AL hanya menunggu dan menjalankan perintah, kalau ada perintah bertempur kami siap kalau tidak ada ya kami diam,"

Sementara berkaitan dengan kegiatan bertaraf internasional Sail Bunaken 2009, puncak acara yaitu parade kapal perang internasional (International Fleet Review/IFR) dari beberapa negara di Teluk Manado 19 Agustus.

"Rencananya kapal kapal perang itu akan diinspeksi presiden sebagai panglima tertinggi TNI, setelah itu presiden menerima penghormatan dari para peserta berupa sailing dan flying pass di Teluk Manado," kata Moekhlas.

Sebanyak 30 negara anggota Western Pacific Naval Symposium (WPNS) dan 14 negara lainnya diundang mengikuti IFR, sampai saat ini 16 negara menyatakan akan ikut berpartisipasi.

Kegiatan ini memiliki berbagai nilai strategis yaitu pentingnya membangun kekuatan maritim yang mampu menjaga kepentingan nasional dan internasional.

"Indonesia Jangan Terlalu Sopan Soal Ambalat"
Pemerintah Malaysia sedang mengulur-ulur waktu penyelesaian masalah Ambalat.

VIVAnews - Masalah sengketa Ambalat jadi pokok pembicaraan dalam rapat antara Departemen Luar Negeri dan Komisi Pertahanan dan Luar Negeri di Gedung Dewan, Senayan, Jakarta, Senin 22 Juni 2009.

Menurut Anggota Komisi Pertahanan, Andreas Pariera permasalahan Ambalat bukan lagi persoalan pemerintah Malaysia dan Indonesia saja, melainkan sudah menjadi persoalan publik. Sikap Deplu, tambah dia, agak mengecewakan terkait persoalan Ambalat.

"Pernyataan Deplu [justru] memberi ruang terkait pelanggaran batas," kata dia dalam rapat Senin siang. Andreas lalu mencontohkan menanggapi laporan TNI Angkatan Laut tentang pelanggaran kapal perang Malaysia, Deplu justru mengatakan, 'Ini belum pelanggaan, kita cek dulu'.

Padahal, ketegasan dalam masalah Ambalat sangat penting. "Kita jangan terlalu sopan karena hak berdaulat ada di tangan kita dan harus diperjuangkan habis-habisan. Pemerintah harus lebih tegas," tambah dia.

Pemerintah Malaysia, tambah Andreas, sedang melakukan aksi buying time alias mengulur-ulur waktu penyelesaian masalah Ambalat. Tujuannya, memanfaatkan waktu untuk mencari-cari pandangan dari berbagai ahli untuk memperkuat dalil mereka.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri, Hassan Wirajuda mengatakan selain Ambalat, Indonesia dan Malaysia juga akan merundingkan tiga garis batas lainnya yakni Selat Malaka mengenai garis batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Kemudian ada pula garis batas Zona Ekonomi Eksklusif di Laut Cina Selatan dan yang terakhir garis batas di ujung Singapura.

Seperti halnya Ambalat, sengketa tiga tapal batas juga berdasarkan peta sepihak buatan Malaysia.

Namun, Hassan yakin bahwa peta tahun 1979 yang digunakan Malaysia itu tidak memiliki dasar yang kuat. Karena, saat sengketa dengan Singapura, Mahkamah Internasional tidak memenangkan Malaysia untuk kepemilikan Pulau Pedra Banca.

Saat ini, Indonesia-Malaysia sudah memasuki perundingan ke-13 soal penyelesaian Ambalat dan tiga persoalan garis batas lainnya. Hassan mengatakan, kesepakatan akhir untuk sengketa garis batas itu, tidak mudah dicapai.

Peta sepihak itu tak hanya memicu sengketa dengan Indonesia, tapi juga peta itu negara tetangga Malaysia lainnya yakni Singapura, Vietnam, Filipina, dan Brunei Darussalam.

Sengketa Ambalat memanas ketika kapal Perang TNI Angkatan Laut, KRI Untung Surapati-872 menghalau kapal perang milik Tentara Diraja Laut Malaysia, KD Yu-308 di perairan Blok Ambalat pada Senin 25 Mei 2009.
• VIVAnews

RI-Malaysia Juga Rebutan Tiga Garis Batas
Ada tiga persoalan garis batas lainnya yang masih dirundingkan.
- Permasalahan garis batas antara Indonesia dengan Malaysia ternyata bukan hanya di Perairan Ambalat. Ada tiga persoalan garis batas lainnya yang masih dirundingkan dalam satu paket dengan sengketa Ambalat.

"Pertama di Selat Malaka mengenai garis batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Kemudian ada pula garis batas Zona Ekonomi Eksklusif di Laut Cina Selatan dan yang terakhir garis batas di ujung Singapura," kata Menteri Luar Negeri, Hassan Wirajuda.

Hal itu disampaikan Hassan Wirajuda saat rapat dengan Komisi I Bidang Luar Negeri, Gedung DPR, Jakarta, Senin, 22 Juni 2009. Rapat ini dipimpin langsung Ketua Komisi I Bidang Luar Negeri, Theo L Sambuaga.

Menurut Hassan, perundingan tiga sengketa garis batas itu berada dalam satu paket bersama-sama dengan kasus Ambalat. Hassan menuturkan, permasalahan itu juga berangkat dari penggunaan peta tahun 1979 oleh Malaysia.

Hassan yakin bahwa peta tahun 1979 yang digunakan Malaysia itu tidak memiliki dasar yang kuat. Karena, saat sengketa dengan Singapura, Mahkamah Internasional tidak memenangkan Malaysia untuk kepemilikan Pulau Pedra Banca.

Saat ini, Indonesia-Malaysia sudah memasuki perundingan ke-13 soal penyelesaian Ambalat dan tiga persoalan garis batas lainnya. Hassan mengatakan, kesepakatan akhir untuk sengketa garis batas itu, tidak mudah dicapai.

"Kita memang belum mencapai kesepakatan akhir. Masih sangat jauh, dan meskipun kita sudah meminta perundingan putaran berikutnya ke-14 pada pertengahan Juli (bulan depan), kesepakatan akhir saat itupun tidak akan mudah dicapai," jelas dia.

Hassan memaparkan, saat Indonesia menyelesaikan masalah garis batas dengan Singapura saja membutuhkan waktu lima tahun. Bahkan, dengan Vietnam butuh 32 tahun. "Jadi, kenyataaannya seperti itu. Persoalan garis batas tidak mudah diselesaikan," kata Hassan.

Malaysia Klaim Pulau Milik Singapura
Malaysia juga mengklaim Pulau Batu Putih
- Malaysia ternyata tidak hanya mengklaim perairan Ambalat di wilayah perbatasan dengan Indonesia. Ternyata, Malaysia juga mengklaim Pulau Batu Putih milik Singapura.

"Malaysia juga mengklaim Pulau Batu Putih di ujung Singapura, berdasarkan peta yang sama tahun 1979," kata Menteri Luar Negeri, Hassan Wirajuda, saat rapat dengan Komisi I Bidang Luar Negeri, Gedung DPR, Jakarta, Senin, 22 Juni 2009.

Pulau Batu Putih itu saat ini juga masih status sengketa antara Malaysia dengan Singapura. Berdasarkan peta itu pula, Malaysia mengklaim pulau lain milik Singapura, yakni Pulau Pedra Banca.

Menurut Hassan, klaim Malaysia berdasarkan peta itu tidak memiliki landasan kuat. Karena, saat sengketa Pulau Pedrabanca antara Malaysia dan Singapura, Malaysia menggunakan peta yang sama. Tetapi, Mahkamah Internasional mengesampingkan klaim Malaysia atas pulau itu dan menyerahkan kepada Singapura.

"Artinya, peta tahun 1979 tidak diakui mahkamah internasional. Jadi, kalau kita mau berdebat dengan Malaysia, posisi Indonesia lebih kuat," kata dia.

Hassan menilai, soal Ambalat bukan sengketa kedaulatan. Tetapi, sengketa hak negara pantai untuk mengelola sumber-sumber bawah laut di landas kontinen. Landas kontinen ini merupakan permukaan bawah laut di mana negara tidak punya kedaulatan di lokasi itu.

Satu Kapal Perang Lagi Dikirim ke Ambalat
Kapal yang dikirim adalah KRI Slamet Riyadi yang merupakan jenis perusak.
- Sabtu sore ini, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut mengirim Kapal Rakyat Indonesia Slamet Riyadi ke Blok Ambalat, Kalimantan Timur. Kapal perang yang bermarkas di Surabaya ini akan menggantikan KRI Makassar.

KRI Slamet Riyadi singgah dulu di Pelabuhan Semayang, Balikpapan, sebelum menuju Ambalat. Di Balikpapan, kapal ini akan mengisi logistik untuk melakukan patroli laut di kawasan sengketa Indonesia dengan Malaysia itu.

KRI Slamet Riyadi yang diawaki 186 personel ini dibangun tahun 1967. Kapal ini merupakan kapal kedua dari jenis kapal kelas perusak berpeluru kendali yang dimiliki TNI AL. "Kapal ini dilengkapi dengan rudal antikapal permukaan, antikapal selam dan antipesawat udara," kata Letnan Kolonel Taat Siswo Sunarto, kapten KRI Slamet Riyadi.

Sejak kapal patroli Malaysia beberapa kali melakukan provokasi dengan melintas masuk ke wilayah Indonesia, TNI AL terus menyiagakan armada perang di kawasan kaya minyak itu. Hingga kini terdapat lima kapal perang Indonesia yang berpatroli di kawasan itu.

Untuk mengakhiri krisis perbatasan ini, pemerintah Indonesia dan Malaysia berencana melakukan perundingan pada Juli nanti. Sejauh ini, Malaysia menyatakan akan mengurangi intensitas patroli di kawasan itu.


1 komentar:

Antara (13) Anti Teror (20) Asia (27) Berita (48) Eropa (5) Feature (10) Indonesia (55) Industri Pertahanan (47) Intelijen (9) Kerja Sama (91) Konflik (42) Latihan Perang (48) Luar Negeri (43) Militer (101) Pameran Teknologi (30) PBB (44) Perang (4) Pertahanan (155) Polisi (5) Politik (62) Serah Terima Jabatan (1) Teknologi (91) Timur Tengah (6) TNI (105) TNI-AD (46) TNI-AL (140) TNI-AU (83) tnial (3) Today's Pic (7) US Army (2) War (2)
Diberdayakan oleh Blogger.
Defender Magazine